Perbandingan Mobil Listrik vs Mobil Bensin: Mana yang Lebih Hemat? - Ranah Otomotif Perbandingan Mobil Listrik vs Mobil Bensin: Mana yang Lebih Hemat? - Ranah Otomotif

Perbandingan Mobil Listrik vs Mobil Bensin: Mana yang Lebih Hemat?

Mobil listrik (EV – Electric Vehicles) kini makin banyak dibicarakan di Indonesia dan dunia. Pemerintah mendorong melalui insentif, regulasi, dan pengembangan infrastruktur pengisian daya. Di sisi lain, mobil bensin (“konvensional” / ICE – internal combustion engine) sudah sangat mapan, infrastrukturnya luas, dan harga awalnya seringkali lebih rendah.

Pertanyaannya: dalam jangka panjang, mana yang lebih hemat? Hemat bukan hanya soal harga beli, tapi juga biaya operasional, perawatan, pajak, subsidi, penggunaan bahan bakar atau listrik, dan faktor-faktor lain seperti infrastruktur, dampak lingkungan, dan nilai jual kembali.

Artikel ini membandingkan aspek-aspek penting:

  1. Harga beli & subsidi/insentif

  2. Biaya bahan bakar / listrik untuk operasional

  3. Biaya perawatan & servis

  4. Pajak, asuransi, regulasi

  5. Infrastruktur & kemudahan penggunaan

  6. Nilai jual kembali & depresiasi

  7. Studi kasus & kalkulasi nyata di Indonesia

  8. Kesimpulan  kapan EV lebih hemat, dan kapan mungkin masih lebih ekonomis menggunakan mobil bensin

Harga Awal / Investasi

Harga beli

  • Mobil listrik biasanya memiliki harga awal yang lebih tinggi dibanding mobil bensin sekelasnya. Hal ini terutama karena biaya baterai yang masih mahal, teknologi motor listrik, dan pengembangan infrastruktur EV. 

  • Di Indonesia, misalnya, beberapa EV “masuk ke pasaran menengah ke atas” terlebih dahulu, model-premium seperti Hyundai Ioniq 5, atau Toyota bZ4X, yang harganya bisa sangat jauh di atas mobil bensin kompak.

  • Tapi ada juga EV yang harganya relatif lebih terjangkau, seperti Wuling Air EV (versi standar atau jarak tempuh pendek) yang menjadi pilihan entry level. 

Insentif pemerintah / pajak / subsidi

  • Pemerintah Indonesia memberikan insentif untuk mendorong adopsi EV, misalnya pengurangan pajak (Bea Masuk / Pajak impor / PPN / PPnBM), pembebasan atau pengurangan pajak kendaraan, atau fasilitas tarif listrik khusus.

  • Contoh kecil: mobil listrik memiliki tarif PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) atau BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) yang bisa lebih rendah daripada mobil bensin. 

  • Ada juga regulasi penghapusan atau pengurangan pajak mewah untuk EV.

Kesimpulan sementara: meskipun harga awal mobil listrik lebih tinggi, insentif-pemerintah bisa mengurangi gap itu, tergantung model dan kondisi.

Biaya Operasional: Bahan Bakar vs Listrik

Salah satu aspek paling penting dalam menentukan “lebih hemat” adalah berapa biaya untuk “jalan” suatu jarak tertentu. Mari kita bandingkan secara numerik, menggunakan data Indonesia sebanyak mungkin.

Konsumsi & harga

  • Mobil listrik: biaya listrik per kWh di Indonesia untuk penggunaan rumah tangga / SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum) berkisar antara Rp1.650 – Rp2.500 per kWh, tergantung tarif dan jenis charger.

  • Mobil bensin: konsumsi rata-rata sekitar 10-15 km per liter untuk mobil ringan di kota; harga bensin (tergantung jenis: Pertalite, Pertamax, dsb) bisa sekitar Rp10.000-Rp17.000 per liter atau lebih, tergantung lokasi & jenis. 

Contoh perbandingan biaya per 100 km

Mari kita buat estimasi kasar menggunakan data terkini:

Jenis MobilKonsumsi / EfisiensiHarga Energi / Bahan BakarBiaya per 100 km
Mobil listrikAsumsikan konsumsi listrik ≈ 15-20 kWh/100 km (ini umum untuk EV ringan/negeri menengah)Rp2.000/kWh (asumsi menengah antara rumah/SPKLU)Rp30.000-Rp40.000
Mobil bensinKonsumsi ≈ 10-15 km/liter (ambil rata-rata 12 km/liter)Rp12.000/liter100 km / 12 km/l = ~8,33 liter → biaya = Rp100.000-Rp110.000

Dari tabel di atas, jelas bahwa untuk jarak yang sama, biaya “bahan/energi” mobil listrik bisa kurang dari sepertiga biaya mobil bensin. Ini konsisten dengan beberapa sumber di Indonesia:

  • Daihatsu menyebut bahwa untuk jarak 200 km, mobil listrik bisa mengeluarkan biaya sekitar Rp78.297 untuk pengisian penuh, sedangkan mobil bensin (menggunakan data konsumsi bensin) bisa mencapai Rp190.000.

  • Hyundai / SPKLU menyebut biaya listrik/charging per km sekitar Rp254, dibandingkan bensin yang bisa Rp1.300-an per km dalam kondisi tertentu. 

Pengaruh jarak tempuh & pola penggunaan

  • Semakin sering & jauh kamu pakai mobil, semakin terasa penghematan mobil listrik. Untuk pemakaian harian dalam kota, lalu lintas macet, mobil listrik lebih efisien karena motor listrik efisien dalam kondisi stop-go.

  • Jika pemakaian jarang dan dalam jarak pendek, selisih biaya mungkin kurang signifikan, terutama jika kamu tinggal di daerah dengan tarif listrik tinggi atau infrastruktur charging sulit.

Biaya Perawatan & Pemeliharaan

Mobil listrik memiliki kelebihan dalam hal simplisitas mekanik, tapi ada juga biaya khusus yang perlu diperhatikan. Berikut perbandingan umum.

Keunggulan listrik

  • Tidak ada atau sedikit komponen yang bergerak dibanding mesin pembakaran dalam (Internal Combustion Engine / ICE): misalnya no oil filter, spark plugs, timing belts, exhaust system, dll. Ini mengurangi frekuensi dan biaya servis rutin. 

  • Lebih sedikit bagian aus yang terkena efek panas & getaran tinggi dari pembakaran langsung.

  • Rem regen (regenerative braking) pada EV membantu mengurangi keausan sistem rem karena sebagian energi pengereman dikembalikan ke baterai.

Kekurangan / biaya tambahan

  • Baterai: ini adalah komponen paling mahal pada EV. Bila rusak atau sudah sangat berkurang kapasitasnya, penggantiannya bisa mahal. Umur baterai dipengaruhi oleh cuaca, penggunaan fast charging, siklus pengisian, dan perawatan.

  • Inverter / sistem kelistrikan: perlu teknisi khusus, suku cadang yang mungkin impor / mahal. 

  • Biaya servis di bengkel resmi EV kadang lebih mahal untuk komponen spesifik, meskipun servis umum (misalnya pengecekan berkala, penggantian rem, ban) bisa setara atau sedikit lebih murah dibanding ICE.

Estimasi biaya tahunan

Sebagai contoh kasar, mobil bensin mungkin mengeluarkan biaya perawatan rutin + servis + oli + filter + tune-up + penggantian rem + pajak + spare part kecil sekitar Rp5-10 juta/tahun untuk mobil ringan/kecil, tergantung pemakaian.

Mobil listrik kemungkinan pengeluaran servis rutin jauh lebih rendah—misalnya penggantian oli & filter minyak, rantai timing, dll tidak ada—tetap ada biaya rem & ban & interior & electrical, tapi total bisa 40-60% lebih rendah berdasarkan beberapa studi internasional dan sumber Indonesia. 

Biaya Pajak / Asuransi / Regulasi

Pajak dan Bea

  • Sebagaimana disebut, EV di Indonesia mendapat beberapa keringanan pajak: pengurangan pajak kendaraan bermotor, bea balik nama (BBNKB), pajak impor/import duty / PPn/PPnBM. 

  • Di beberapa provinsi atau kota, regulasi lokal mungkin memberikan tambahan insentif seperti diskon pajak tahunan. 

Asuransi

  • Premi asuransi untuk mobil listrik umumnya lebih tinggi dalam prosentase dari harga mobil, karena nilai mobil dan biaya penggantian / servis untuk komponen penting seperti baterai lebih besar. 

  • Namun, karena mobil listrik sering lebih sedikit servis rutin yang rawatannya mahal, bisa jadi total klaim servis lebih rendah, tergantung kasus kecelakaan atau kerusakan baterai.

Infrastruktur & Kenyamanan

Aspek yang sering jadi penghambat adopsi EV, dan bisa mempengaruhi “biaya terselubung” seperti waktu & kenyamanan.

Ketersediaan charging

  • SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum) masih terbatas di banyak daerah di Indonesia. Jika tidak punya charger di rumah, maka akses publik menjadi penting. 

  • Waktu pengisian: di rumah dengan charger standar butuh beberapa jam, sedangkan fast charging di SPKLU bisa 1-2 jam, tergantung model & kapasitas charger. 

Infrastruktur listrik & daya rumah

  • Untuk charger di rumah, perlu instalasi listrik yang memadai (daya listrik, keamanan, pengaturan). Bisa ada biaya instalasi awal (charger, panel listrik, mungkin upgrade sambungan listrik).

  • Jika listrik di area kamu tidak stabil atau tarif dasar listriknya tinggi, itu bisa meningkatkan biaya operasional / overhead.

Waktu & kenyamanan

  • Isi bensin: biasanya cepat, hampir di mana-mana. EV: selain waktu charging, juga harus mempertimbangkan jarak ke SPKLU, antrean, kecepatan charger. Ini “cost” dalam bentuk waktu dan fleksibilitas.

  • Mobil bensin punya fleksibilitas tinggi untuk perjalanan jauh ke daerah terpencil, sementara EV masih terbatas oleh jarak tempuh (range) dan ketersediaan charging.

Total Penghematan / Analisis Pay-Back

Agar tahu apakah mobil listrik benar-benar lebih hemat, perlu memperhitungkan waktu pengembalian investasi (pay-back period): berapa lama selisih penghematan operasional + pajak + perawatan bisa menutup selisih harga awal yang lebih tinggi (plus biaya baterai jika perlu) dan biaya instalasi terkait.

Contoh simulasi

Mari kita ambil contoh hipotetik di Indonesia:

  • Mobil bensin sekelas kecil / menengah, harga beli = Rp300 juta

  • Mobil listrik sekelas sebanding, harga beli = Rp450 juta (selisih Rp150 juta)

  • Asumsikan penghematan energi & bahan bakar = Rp600.000 per bulan (ini bisa lebih/tidak tergantung jarak pemakaian)

  • Tambah penghematan servis & pajak, misalnya tambahan Rp200.000 per bulan

Jadi penghematan total ≈ Rp800.000 / bulan. Untuk menutup selisih harga awal Rp150 juta, butuh sekitar:

Rp150.000.000 ÷ Rp800.000 ≈ 187,5 bulan ≈ **15-16 tahun**

Itu sangat lama, kalau kondisi seperti ini. Tapi jika pemakaian tinggi (jarak tempuh besar), serta ada insentif lebih (pajak, subsidi, pengurangan biaya impor, dll), maka pay-back bisa jauh lebih cepat, misalnya 5-10 tahun.

Faktor-pendukung mempercepat penghematan

  • Pemakaian harian jauh (misal > 20.000 km/tahun) atau penggunaan mobil untuk kerja / layanan (ride-sharing, rental, kurir) → semakin besar manfaat EV.

  • Lokasi rumah & kerja dekat charger, atau punya charger di rumah, dan tarif listrik rumah tangga rendah.

  • Kebijakan pemerintah yang terus meningkatkan insentif (potongan pajak, tarif listrik khusus, subsidi charger).

  • Teknologi baterai yang makin murah, efisiensi motor listrik yang makin baik → selisih harga awal mengecil.

Faktor Tambahan / Non-Biaya

Walau kita fokus ke biaya, ada faktor non-moneter yang juga penting dalam membandingkan:

  • Dampak lingkungan & emisi: mobil listrik, tergantung sumber listriknya, mampu mengurangi emisi gas rumah kaca & polusi udara setempat secara signifikan. Untuk perkotaan besar, ini manfaat besar. 

  • Nilai jual kembali: belum jelas bagaimana nilai jual baterainya akan terdepresiasi vs mesin bensin, tapi dengan perkembangan teknologi bisa jadi nilai baterai atau performa akan lebih dipertimbangkan.

  • Pengalaman berkendara: torsi instan, suara rendah, getaran minim, kemudahan penggunaan dalam kemacetan – ini jadi nilai tambah EV yang “tidak langsung terlihat dalam perhitungan biaya”.

  • Ketahanan terhadap fluktuasi harga bahan bakar: harga bensin bisa sangat fluktuatif; listrik lebih stabil, walau biaya listrik juga bisa naik tapi biasanya perubahan lebih lambat dan lebih mudah diprediksi.

Kesimpulan

Setelah membandingkan berbagai aspek, berikut simpulan:

  1. Dalam jangka pendek, mobil bensin mungkin terlihat lebih murah terutama jika harga beli EV masih jauh di atas dan kamu tidak menggunakan mobil secara sangat berat / jauh. Untuk penggunaan ringan atau jarak pendek, biaya tambahan EV mungkin tidak segera tertutup.

  2. Dalam jangka menengah hingga panjang, mobil listrik hampir selalu lebih hemat biaya operasionalnya: listrik jauh lebih murah per km, servis & perawatan cenderung lebih sedikit dan lebih murah, pajak & regulasi yang menguntungkan EV, dan potensi insentif pemerintah.

  3. Di Indonesia, kemajuan insentif pemerintah, perluasan SPKLU, dan banyaknya model EV yang mulai masuk ke segmen menengah membantu memperkecil jarak biaya antara EV dan bensin.

  4. Namun, penghematan optimal sering tergantung pada kondisi: jarak tempuh besar, akses ke charger, tarif listrik, penggunaan mobil secara rutin, dan integritas baterai.

Rekomendasi untuk Konsumen

Kalau kamu (atau siapa pun) mempertimbangkan untuk membeli mobil dan bingung antara listrik atau bensin, berikut beberapa tips:

  • Hitung estimasi jarak tempuh per bulan / per tahun; kalau relatif tinggi, EV bisa lebih cocok.

  • Perhatikan ketersediaan charger di rumah / kerja / tempat umum di daerah tinggal kamu.

  • Lihat insentif pajak & regulasi di daerah kamu (kabupaten/kota/provinsi bisa berbeda).

  • Perkirakan biaya perawatan bukan cuma servis rutin, tapi juga potensi penggantian baterai setelah beberapa tahun.

  • Jangan lupa faktor kenyamanan & non-biaya: rasa berkendara, suara, pencemaran udara, kepedulian lingkungan.

Apakah Mobil Listrik Lebih Hemat secara Umum?

Secara keseluruhan, ya: mobil listrik lebih hemat dalam jangka panjang, terutama untuk pemakaian intensif, dan apabila semua faktor pendukung (insentif, akses charger, tarif listrik kompetitif) terpenuhi. Tetapi, untuk pemakaian ringan atau sebagai kendaraan kedua, selisih penghematan mungkin kecil dan pay back-period cukup lama.